Ibu, sebuah kata yang tak lekang oleh waktu
Ibu, sebuah kata yang mencerminkan kisah abadi
Ibu, sebuah kata yang merengkuh segalanya
- Kisah Kasih Ibu
mama selalu mengajarkanku untuk memanggilnya dengan sebutan ibu, tapi sejak aku kecil, aku selalu memanggilnya dengan sebutan mama. keempat kakak ku memanggilnya dengan sebutan ibu, hanya aku saja yang memanggilnya dengan sebutan mama. walaupun begitu, tak jadi masalah untuk mama. mama tetap menyayangiku dengan tulus, dengan sepenuh hatinya. ayah yang bekerja di luar kota dan hanya pulang ke rumah seminggu sekali, itu juga tak jadi masalah untuk mama. mama berusaha dengan sekuat tenaganya untuk tetap bisa menjaga dan merawat kelima anaknya.
semua orang tahu, bahwa seorang mama itu hebat. ada lagu yang liriknya seperti ini :
Ibu engkaulah wanita yang mulia. derajatmu tiga tingkat dibanding ayah
jelas, mama hebat. surganya Allah pun ada di telapak kaki mama. mama hebat, punya feeling yang kuat. mamaku pernah bilang "ibu tahu kalau anak ibu lagi bohong, ibu pasti tanya-tanya terus sampai anaknya jujur" itu kalimat yang gak akan lupa, karena kalimat itu yang bisa membuat aku teguh pendirian agar aku tidak berbohong kepada ibu.
mama hebat, tahu tentang segala hal mengenai anaknya. mama tau apa yang aku suka, apa yang aku gak suka. mamah tahu tentang semua anaknya. beda sama ayah, ayah gak tahu makanan kesukaanku dan makanan yang aku tidak suka. karena ayah selalu bilang "jangan manja, jangan rewel, harus kaya ayah selalu bahagia dalam kondisi apapun". kalau mama selalu mengerti kondisi anak-anaknya. beruntungnya aku punya mama seperti itu, disaat tidak sependapat dengan ayah, mama bisa mencairkan suasana, menghibur anak-anaknya dan juga ayah. walaupun begitu ayah juga perhatian, selalu memberi fasilitas yang anaknya butuhkan. hanya saja kalau sama ayah, aku harus rajin belajar. tapi kalau kata mama, jangan belajar terus harus ada istirahatnya. ya jadi semua masalah bisa selesai karena mama. ya karena hati ayah pun bisa jadi meleleh karena mama.
mama hebat, punya jiwa yang penyayang. mamaku sangat amat baik, kepada siapapun. mama punya jiwa yang selalu merasa kasihan melihat orang lain susah. mama gak pelit. suatu ketika aku kecil, aku memiliki sifat yang tidak baik, yaitu pelit. ya wajarlah menurutku setiap anak kecil mengalami masa disaat mereka menjadi orang pelit, yang merasa bahwa sesuatu yang menjadi miliknya tidak boleh dimiliki oleh orang lain. tapi aku tidak selamanya seperti itu karena dengan kesabaran mama, setiap hari mama selalu punya cerita untukku. untuk mengatasi sifat jelekku itu mama punya cerita tentang semut merah dan semut hitam. cerita singkatnya seperti ini :
di sebuah desa tinggallah seekor semut merah dan seekor semut hitam. semut merah memiliki sifat pemalas, setiap hari kerjaannya hanya bernyanyi saja. sedangkan semut hitam memiliki sifat yang rajin. ia rajin mencari makan, sehingga ia memiliki banyak persediaan makanan. semut hitam pernah berpesan kepada semut merah agar rajin bekerja, tetapi semut merah tak mau mendengarkannya.
suatu masa, datanglah musin penghujan. hal itu menyababkan para semut tidak dapat keluar rumah untuk mencari makanan. untung semut hitam yang rajin memiliki banyak persediaan makanan sehingga ia tidak akan kekurangan makanan dan tidak akan kelaparan. berbeda nasib dengan semut merah yang hanya bisa terdiam, menatap hujan yang tak kunjung usai dan meratapi nasibnya yang sedang kelaparan. dengan berat hati ia memaksakan diri untuk keluar rumah dan pergi ke rumah semut hitam untuk meminta makanan. sesampainya semut merah di rumah semut hitam, semut hitam dengan senang hati memberinya makan. dengan tulus semut hitam menjamu tamunya itu, ia memberi banyak makan kepada semut merah. dengan lahap semut merah menyantapnya. semut hitam sangat baik, walaupun sudah dibantah perkataannya tetapi ia tetap mau berbagi kepada semut merah.
selain cerita itu, mama juga suka bercerita kalau Intan, kakak ku sewaktu TK dia selalu memberiku makanan. ceritanya begini :
Intan memiliki teman bernama Ria. Ria sering sekali memberinya makanan, karna menurut intan makanan itu enak, dia teringat kepadaku. lalu dia pegang makanan itu sepanjang jalan menuju rumah, setelah sampai rumah ia memberinya kepadaku.
dengan cerita-cerita itu aku pun menjadi anak yang selalu memberi kepada kakak-kakak ku ataupun kepada siapapun. itu berkat kesabaran mama.
mama tak pernah kehabisan cerita, mama juga tak pernah kehabisan jawaban untuk menjawab setiap pertanyaanku. mama suka sekali dengan bunga, mama punya banyak koleksi bunga. maka dari itu mama sering menanam bunga, aku tidak pernah dimarahi kalau aku ikut-ikutan bermain tanah, malah mamah terus mengajariku. memberi pupuk, membersihkan daun yang sudah layu, menambah tanahnya. dan mamah sering bilang "tuh de, tumbuhan itu seperti manusia, hidup. makanya tumbuhan harus makan (pupuk), harus minum (disiram) biar dia bisa tetep hidup". mama memiliki kesamaan denganku, ia suka hujan namun terkadang takut akan hujan. di saat hujan kita selalu ke depan rumah, merasakan anginnya, mencium wangi tanahnya. suatu hari aku dan mama menemukan anak ayam, mama hujan-hujanan keluar rumah, mengambil anak ayam itu, aku mengambil sapu tangan lalu di keringkan bulu ayamnya. mama bawa masuk ayamnya, dimasukkan ke dalam kardus, dihangatkan dengan lampu senter. kemudian mama mengambil coet dan mutu (alat membuat sambal) mam merendos beras untuk makan si anak ayam. mama bilang "kasian, kemana mama nya ya de? dia pasti kedinginan, kelaparan, ketakutan. alhamdulillah ade ada sama mama, jadi mama ga khawatirin ade." moment itu akan selalu aku ingat sampai tua nanti ma, biar aku bisa menceritakannya kembali kepada anakku kelak, agar aku bisa menjadi mama yang hebat seperti mama yang bisa mengajari anaknya tentang cinta, kasih dan sayang.
terimakasih mama sudah membesarkanku dengan penuh cinta, terimakasih atas ketulusan kasih sayang yang mama berikan untukku. dulu, aku sering bertanya, apakah mama sayang aku. tapi sekarang aku tak perlu menanyakannya lagi, aku telah paham bahwa mama sangat amat menyayangiku. terimakasih ma :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar